You are here: Home » Hikmah » SOMBONG DALAM AL-QUR’AN
Sombong atau dalam istilah Arabnya Al-Bathar, dalam kamus lisan Al-Arab disebutkan bahwa arti kata bathar sinonim dengan takabur yang berarti sombong.
Rasulullah SAW dalam hadis menjelaskan definisi sombong :
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
Sombong ialah tidak menerima kebenaran dan menghina sesama manusia.[1]
Menurut Raghib Al Asfahani Ia mengatakan, “Sombong adalah keadaan seseorang yang merasa bangga dengan dirinya sendiri . Memandang dirinya lebih besar dari pada orang lain,
Kesombongan yang paling parah adalah sombong kepada Rabbnya dengan menolak kebenaran dan angkuh untuk tunduk kepada-Nya baik berupa ketaatan ataupun mengesakan-Nya”.[2]
Dalam buku ihya’ ulumuddin Al-Ghazali nendefinisikan sombong adalah suatu sifat yang ada didalam jiwa yang tumbuh dari penglihatan nafsu dan tampak dalam perbuatan lahir.[3]
Secara universal maka, perbuatan sombong dapat dipahami dengan membanggakan diri sendiri, mengganggap dirinya lebih dari orang lain. perbuatan sombong dibagi beberapa tingkatan yaitu:
Kesombongan terhadap Allah SWT, yaitu dengan cara tidak tunduk terhadap perintahnya, enggan menjalankan perintahnya
Sombong terhadap rasul, yaitu perbuatan enggan mengikuti apa yang diajarkannya dan menganggap Rasulullah sama sebagaimana dirinya hanya manusia biasa.
Sombong terhadap sesama manusia dan hamba ciptaanya, yaitu menganggap dirinya lebih dari orang lain dan makhluk ciptaan Allah yang lain dengan kata lain menghina orang lain atau ciptaan Allah lainya.[4]
Ayat-ayat al-Qur’an Tentang Sombong
Q.S Al-Isra’: 37
وَلا تَمْشِ فِي الأرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الأرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولا (٣٧)
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.
Muradat
مَرَحًا : kesombongan dan kecongkakan. dalam tafsir Al-Qurtubi pengertiannya adalah kegembiraan yang sangat, sombong dalam berjalan.
لَنْ تَخْرِقَ الأرْضَ : kamu takkan dapat menjadikan jalan di bumi dengan pijakanmu dan jejakmu yang hebat.[5]
Tafsir ayat
Dalam ayat ini Allah SWT melarang hambanya berjalan dengan sikap congkak dan sombong di muka bumi. Sebab kedua sikap ini adalah termasuk memuji diri sendiri yang tidak disukai oleh Allah dan orang lain.
Almaraghi dalam tafsirnya menjelaskan ayat ini bahwa, seorang manusia hendaknya jangan berjalan dengan sikap sombong, bergoyang-goyang seperti jalannya raja yang angkuh.
Sebab dibawahnya terdapat bumi yang tidak akan mampu manusia menembusnya dengan hentakkan dan injakkan kakinya yang keras terhadapnya. sedang diatasnya terdapat gunung yang takkan mampu manusia menggapai, menyamai dengan ketinggian atau kesombongannya.
Dalam tafsir Al-Qurtubi maksud menyamai gunung adalah manusia dengan dengan kemampuanya ia tidak akan bisa mencapai ukuran seperti itu. Sebab manusia adalah hamba yang sangat hina yang dibatasi dari bawah dan atasnya. Sedang sesuatu yang dibatasi itu terkungkung dan lemah. Dan yang dimaksud dengan bumi, adalah engkau menembusnya dan bukan menempuh jaraknya.[6] Jadi manusia dilingkupi oleh dua benda mati yang kamu lemah dari keduanya. Maka bagi orang yang lemah dan terbatas, tak patut baginya bersikap sombong.
Oleh karena itu besikap tawadhulah, jangan takabur/sombong, karena kamu hanya makhluk yang lemah, terkurung anatra batu dan tanah, oleh karena itu, janganlah kamu bersikap seperti makhluk yang kuat dan serba bisa. Ayat ini merupakan teguran keras, ejekan dan cegahan bagi orang yang bersikap sombong.[7]
AS-SAJDAH :15
إِنَّمَا يُؤْمِنُ بِآيَاتِنَا الَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِهَا خَرُّوا سُجَّدًا وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ وَهُمْ لا يَسْتَكْبِرُونَ (١٥)
Sesungguhnya orang yang benar benar percaya kepada ayat ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong.
Mufradat
: ذُكِّرُوا dinasehati dengan ayat-ayat Allah
خَرُّوا: mereka terjatuh (menyungkur)
وَسَبَّحُوا بِحَمْدِ رَبِّهِمْ : mereka mensucikan dari sifat yang tidak layak bagi kebesaran dan keagungannya
Tafsir ayat
Menurut Quraish shihab dalam Ayat ini Allah SWT menjelaskan ciri-ciri orang mukmin yaitu apabila mereka diperingatkan dengan Ayat-ayat Allah mereka segera menyungkur dan bersujud dan bertasbih memuji rabbnya, dan mereka tidak menyombongkan diri. Dan ayat ini juga menggambarkan dua sifat orang mukmin yang menonjol pertama, pengetahuan dan pertambahan iman mereka setiap mendengar ayat-ayat Allah, dan kedua kerendahan hati mereka yang dicerminkan dengan tasbih dan tahmid serta dilukiskan dengan kalimat “sedang mereka tidak menyombongkan diri.[8]
Dalam tafsir Al-Qurtubi yang dimaksud tidak menyombongkan diri disini, menurut Yahya Bin Sallam adalah, tidak menyombongkan diri terhadap Allah dengan tidak melaksanakan ibadah atau perintahnya. Dan menurut An-Naqqasy tidak menyombongkan diri seperti penduduk makkah yang enggan bersujud pada Allah.[9]
AZ-ZUMAR :60
وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ تَرَى الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى اللَّهِ وُجُوهُهُمْ مُسْوَدَّةٌ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْمُتَكَبِّرِينَ (٦٠)
60. dan pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat Dusta terhadap Allah, mukanya menjadi hitam. Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri?
Tafsir mufradat
وُجُوهُهُمْ مُسْوَدَّةٌ : wajah-wajah mereka menghitam karena nampak padanya pengaruh-pengaruh kehinaan dan penyesalan
مَثْوًى: tempat tinggal
Tafsir ayat
Dalam ayat ini Al maraghi menjelaskan bahwa Allah SWT memperlihatkan pada Rasul SAW di hari kiamat, wajah dari orang-orang yang berbuat dusta terhadap Allah, yaitu mereka yang mengagaap bahwa Allah mempunyai anak, dan bahwa Allah mempunyai sekutu, mereka berbuat sombong lalu menyembah sesembahan-sesembahan lain selain allah, wajahnya berwarna hitam, karena diliputi kesedihan dan kepiluan yang menguasainya dan kemuaraman yang dialaminya. mereka dikembalikan ke penjara, dimana mereka akan mendapatkan kehinaan dan kerendahan disebabkan karena keengganan mereka untuk mematuhi kebenaran.
Demikian pembahasan somobong beserta beberapa ayat yang telah dikemukakan diatas. semoga yang sedikit ini bisa memberikan manfaat.
[1] Maktabah syamilah, Hr. Muslim no. 131
[2] Fathul Bari’ 10 hal 601.
[3] Imam Al-Ghazali, Mutiara ihya’ ulumuddin (bandung: mizan, 1997) Hlm 293.
[4] . Rosihan Anwar, Akhlak Tassawuf (Bandung: Pustaka Setia,2010) Hlm 131
[5] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, terjemah tafsir Al-Maraghi (semarang : CV. Toha Putra, 1993) hlm. 84-85.
[6] Syaikh imam Al-qurtubi, tafsir Al-Qurtubi, jilid 10 (jakarta: pustaka Azzam, 2008) hlm. 647.
[7] Ahmad Mustafa Al-Maraghi, terjemah tafsir Al-Maraghi (semarang : CV. Toha Putra, 1993) hlm. 84-85.
[8] Muhammad Quraish shihab, tafsir Al-misbah: pesan dan keserasian Al-Qur’an, volume 11 (jakarta: lantera hati, 2005) hlm. 194.
[9] Tafsir Al-Qurtubi Jilid 14 hlm 239.
sumber