Zuhud

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Idzaa ra-aitumurrajula qad uutiya zuhdan fiddunya wamunthiqan faqtaribuu minhu fa-innahuu yulaqqanul hikmah” 
yang artinya, 

“Jika kamu sekalian melihat seseorang yang dianugerahi zuhud terhadap dunia, dan berbicara benar, maka dekatilah dia, sesungguhnya dia adalah orang yang mengajarkan  kebijaksanaan”.

       Seorang Maha guru berkata, “Ulama berbeda pendapat tentang zuhud, diantara mereka ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud zuhud adalah meninggalkan (hal, perbuatan, barang) yang haram karena yang halal diperbolehkan Allah SWT . apabila Allah Ta’ala memberikan suatu kenikatan kepada seorang hamba lantas ia bersyukur kepadaNya maka Allah akan membalasnya dengan setimpal.

       Diantara mereka ada juga yang berpendapat, “meninggalkan yang haram adalah wajib dan meninggalkan yang halal adalah keutamaan. 
Orang yang meminimalkan harta dan selalu beribadah disebut orang yang sabar terhadap dirinya sendiri., rela terhadapan apa yang ditetapkan Allah SWT, menerima apa yang diberikan Allah, dan lapang dada terhadap apa yang telah ditentukan Allah SWT”. 
Allah telah memberikan gambaran tentang zuhud kepada manusia dengan firmanNya ,
”Qul mataa’uddunya qaliil wal aakhiratu limanittaqaa” 
yang artinya, 
“Katakan sesungguhnya kenikmatan dunia adalah sebentar, dan akhirat lebih baik bagi orang ang bertaqwa".

       Selain itu terdapat beberapa ayat lain yang mencela kehidupan dunia dan menganjurkan hidup zuhud.

      Sebagian yang lain berpendapat, “Apabila seseorang menafkahkan hartanya, selalu sabar dan meninggalkan apa yang dilarang oleh syarak, alangkah lebih sempurnanya jika ia zuhud terhadap hal yang halal”.

      Menurut ulama yang lain, selayaknya bagi hamba jangan memilih meninggalkan hal yang halal karena terpaksa, jangan mencari hal yang tidak ada faedahnya dari sesuatu yang tidak dibutuhkan, dan hendaklah menerima pembagian rizki yang telah ada. 
Apabila Allah SWT memberikan rizki yang halal maka hendaklah bersyukur. apabila Allah memberi harta yang hanya sekedar cukup, maka hendaknya jangan memaksa diri mencari harta yang tidak berfaedah. 
Oleh karena itu sabar lebih baik bagi orang yang fakir, sedangkan syukur lebih tepat bagi orang yang memiliki harta yang halal.

      Menurut Sufyan Ats-Tsauri, yang dimaksud zuhud adalah memperkecil cita-cita bukan memakan sesuatu yang keras dan bukan pula memakai pakaian mantel yang kusut. Menurut As-Sirri, Allah Ta’ala menghilangkan kenikmatan dunia, melarangnya dan mengeluarkannya dari para kekasihnya. Allah Ta’ala tidak rela jika mereka menikmati dunia.

       Menurut yang lain, kata-kata zuhud dikutip adri firman Allah Ta’ala yang berbunyi, “liakilaa ta-suu ‘alaa maa faataakum walaa tafrachuu bimaa aataakum” 
yang artinya,
“Kami jelaskann yang demikian itu agar mereka tidak berduka terhadap apa yang luput dari kamu, dan tidak terlalu gembira terhadap apa yang diberikanNya kepadamu”.

      Orang yang zuhud tidak akan bangga dengan kenikmatan dunia, dan tidak akan mengeluh dengan kehilangan dunia. Sedangkan menurut pendapat Abu Utsman, yang dimaksud zuhud adalah meninggalkan kenikmatan dunia dan tidak mempedulikan orang yang dapat menikmatinya.

      Ustadz Abu Ali Ad-Daqaq berkata, “Zuhud merupakan sikap anti kemewahan dunia, tidak berkeinginan membangun pondok / ribath, dan masjid”. 
Menurut Yahya bin Muazd, zuhud membawa implikasi mendermakan harta benda, sedangkan cinta membawa implikasi mendermakan diri sendiri. 
Menurut Ibnu Jala’, yang dimaksud zuhud adalah memandang dunia hanya pergeseran bentuk yang tidak mempunyai arti dalam pandangan. Oleh karenanya ia akan mudah sirna. Ibnu Khafif berpendapat, tanda-tanda zuhud adalah merasa senang meninggalkan harta benda, sedangkan yang dimaksud zuhud adalah hati merasa terhibur meninggalkan berbagai bentuk kehidupan dan menghindarkan diri dari harta benda. 
Sedangkan menurut pendapat yang lain yang dimaksud zuhud adalah jiwa merasa tenang meninggalkan kehidupan dunia tanpa keterpaksaan.

       Nashr Abadzi berkata, “Yang dimaksud orang zuhud adalah orang yang terisolir  dalam kehidupan dunia. Sedangkan yang dimaksud orang ma’rifat adalah orang yang terisolir dalam kehidupan akhirat. 
Menurut satu pendapat barang siapa yang zuhudnya benar, maka dia akan menjadi orang yang rendah hati di dunia ini. Oleh karena itu dapat dikatakan, seandainya songkok yang jatuh dari langit, maka ia tidak akan jatuh kecuali di atas orang yang menginginkannya. Menurut Al-Junaid, zuhud adalah hati yang terhindar dari hal-hal yang negatif.

      Ulama salaf berbeda pendapat tentang arti zuhud. Menurut Sufyan Ats-Tsauri, Ahmad bin Hambal, Isa bin Yunus, dan ulama yang lain, arti zuhud adalah memperkecil cita-cita. Dalam pengertian ini terkandung beberpa indikasi zuhud, beberapa sebab yang muncul , dan beberapa arti yang telah ditetapkan.menurut Abdullah ibn Mubarak, zuhud adalah percaya kepada Allah SWT disertai sikap cinta terehadap kefakiran. Syaqiq Al-Balkhi dan Yusuf bin Asbath sependapat dengan pandangan tersebut yang juga mengandung beberapa indikasi zuhud.  Oleh karena itu seorang hamba tidak mampu mengerjakan zuhud kecuali ia percaya kepada Allah SWT.

      Menurut Abdul Wahid bin Zaid arti zuhud adalah meninggalkan dinar dan dirham.  Sedangkan menurut Abu Sulaiman Ad-Darani, arti zuhud adalah meninggalkan aktifitas yang mengakibatkan jauh dari Allah SWT.

      Al-Junaid ditanya tentang zuhud oleh Riwaim, beliau menjawab, “Memperkecil kehidupan dunia dan menghilangkan berbagai pengaruh yang ada di dalam hati “. 
Menurut as-Sary, kehidupan yang zuhud tidak akan menjadi baik jika yang bersangkutan masih menyibukkan diri. Demikian juga orang yang ma’rifat. Al-Junaid juga pernah ditanya tentang zuhud maka beliau menjawab, “Melepaskan tangan dari harta benda dan melepaskan hati dari kesenangan hawa nafsu”. Asy-Syibli pernah ditanya tentang zuhud, beliau menjawab, “Meninggalkan segala bentuk kehidupan dunia untuk beribadah kepada Allah”.

      Menurut Yahya bin Mu’adz, orang tidak akan sampai kepada hakikat auhud kecuali dengan tiga hal. Pertama, perbuatan tanpa ketergantungan. Kedua ucapan tanpa keinginan hawa nafsu. Ketiga, kemuliaan tanpa kekuasaan. Menurut Abu Hafs, zuhud tidak akan terealisir kecuali dalam hal yang halal. Demikian juga hal yang halal tidak akan terealisir kecuali dengan zuhud.

      Abu Utsman berpendapat, Allah SWT akan memeberikan sesuatu kepada orang zuhud melebihi apa yang dikehendaki, memberikan kepada orang yang cinta Allah SWT selain apa yang ia kehendaki, dan memberikan kepada orang yang konsisten beribadah sesuai dengan apa yang ia kehendaki.

      Menurut Yayha bin Mu’adz, oranag yang zuhud akanmembuat cuka dan biji saei sebagai obat, sedangkan orang yang ma’rifat akan membuat minyak misik dan ambar sebagai parfum. Sedangkan menurut Hasan AL-Bashri, arti zuhud adalah benci terhadap orang yangmenyukai harta kekayaan dan apa-apa yang dimilikinya.

      Sebagian ulama ditanya, “apakah zuhud itu?’.
      “Meninggalkan sesuatu yang dimiliki orang lain.”
      Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Dszunun Al-Mishri “kapan saya harus Zuhud ?”
      “Ketika engkau sudah mampu mengasingkan dirimu.”

      Muhammad bin Fadhal berkata, “Mengutamakan zuhud ketika dalam keadaan kaya dan mengutamakan fitnah / cobaan ketika dalam keadaan fakir. “

      Allah SWT berfirman.”Wayu’tsiruuna ‘alaa anfusihim walau kaana bihim khashaashah” yang artinya, “Mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka, meskipun mereka sangat butuh (apa yang mereka berikan).

       Al-kattani berkata, “Berbagai persoalan yang tidak pernah diperselisihkan oleh ulama kufah, Madinah, Irak, dan Syam adalah zuhud, kemurahan jiwa / hati, dan memberikan ansihat kepada orang lain, yakni tidak satupun dari ulama yang berpendapat bahwa berbagai persoalan tersebut merupakan perilaku yang tidak terpuji”.

      Yahay bin Muadz ditanya oleh seseorang, “Kapan saya dapat memasuki pesanggrahan tawakal, memakai selendang zuhud, dan duduk bersama-sama orang yang zuhud ?”. Beliau enjawab, “Apabila engkau telah mampu melatih jiwamu, secara samara-samar dalam batas-batas yang seandainya Allah SWT tidak memberikan rizki kepadamu selama tiga hari  jiwamu tidak akanmenjadi lemah. Apabila engkau tidak sampai pada kedudukan ini, maka dudukmu di permadani orang-orang yang zuhud adalah sia-sia, sehingga engkau mengalami kecacatan”.

      Bisyr Al-Hafi berpendapat, zuhud ibarat benda milik yang tidak memperoleh tempat kecuali di hati yang suuci. Muhammad bin Asy’ats Al-Bikindi berkata, Barang siapa yang membahas zuhud dan memberikan peringatan tetapi dia mencintai harta mereka, maka cintanya terhadap akhirat akan dihilangkan oleh Allah SWT dari hatinya”.

      Menurut suatu pendapat, apabila seorang hamba Allah SWT meninggalkan kehidupan duniawi, maka Allah SWT mengutus malaikat agar dia diberi hikmah di dalam hatinya. Sebagian ulama pernah ditanya, “untuk apa zuhud ?”. Beliau emnjawab, “untuk kepentingan diriku”.

      Menurut Ahmad bin Hanbal, zuhud terbagi menjadi tiga, pertama meninggalkan hal yang haram, ini zuhud orang yang awam. Kedua, meninggalkan hal yang halal, ini zuhud orang yang istimewa. Ketiga, meninggalkan segala hal yang menyibukkan sehingga jauh dari Allah SWT. Ini zuhud orang yang ma’rifat”.

      Ustadz Abu Ali Ad-Daqaq berkata, “sebagaimana ulama pernah ditanya, kenapa engkau zuhud ? “ Dia menjawab, “karena apabila saya meninggalkan hal-hal yang banyak , maka kecintaanku akan hal-hal yang sedikit akan menjadi hilang.”

Yahya bin Mu’adz berkata, “Dunia bagaikan pengantin perempuan. Barang siapa yang menginginkannya, bersikap lemah lembutlah kepada tukang sisir rambutnya. Orang yang zuhud akan menghitamkan muka pengantin, mencukur rambutnya, dan membakar pakaiannya. Sedangkan orang yang ma’rifat akan selalu sibuk mengingat Allah SWT tanpa menoleh kepadanya”.

       As-Sariy berkata, “Saya telah membiasakan diri terhadap-hal-hal yang berkaitan dengan zuhud. Segala sesuatu yang kuinginkan telah ku peroleh kecuali emninggalkan orang banyak. Oleh karena itu saya belum sampai  dan belum memperolehnya”.

      Menurut satu pendapat, orang yang zuhud tidak akan keluar kecuali pada dirinya sendiri, karena mereka tidak menginginkan kenikmatan yang fana, tetapi menginginkann kenikmatan yang abadi / akhirat. Menurut Nashr Abadzi, yang dimaksud zuhud adalah mempertahankan darah orang-orang yang zuhud dan menumpahkan darah 0rang-0rang yang ma’rifat”.

      sedAngkan menurut Hatim Al-Asham ayng dimaksud orang yang hendak zuhud adalah orang yang mampu menyerbu  / menyerang hawa nafsunya  sendiri sebelum kecerdikan / akal pikirannya timbul.

      Fudhail bin Iyadh berkata, Allah SWT menjadikan segala kejelekan di dalam satu rumah dan menjadikan cinta kepada kehidupan dunia sebagai kuncinya. Allah SWT menjadikan segala kebaikan dalam satu rumah dan menjadikan zuhud sebagai kuncinya”.




sumber

Blogger news

Blogroll

About