Orang yang seperti di atas, amal ibadahnya akan menjadi bagaikan fatamorgana di padang pasir, amaliah tersebut tidak diterima di sisi Allah karena dikerjakan orang-orang yang hatinya masih kafir kepada-Nya. Allah memberikan sinyalemen dengan firmanNya:
“Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi ketika didatanginya air itu, dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya”. (QS.an-Nur: 24/39)
Berkaitan hadits Nabi Saw yang memberitakan tentang syafa’at di hari akherat tersebut, terdapat dua figur yang dapat kita tampilkan di dalam tulisan ini.
Figur seorang pelaksana yang mendapatkan izin Allah Swt untuk menyampaikan syafa’at Rasulullah Saw di hari kiamat kepada orang yang berhak menerima. Sebagaimana dinyatakan Beliau dengan sumpahnya: ”Demi dzat yang menguasai diriku, tidak ada seorangpun diantara salah satu dari kalian yang lebih bersungguh-sungguh di dalam mencari kebenaran di sisi Allah dengan memberi kepedulian kepada sesama saudara mereka yang masih berada di Neraka, melebihi orang yang beriman kepada Allah”.
Itulah gambaran figur sang juru selamat manusia di hari kiamat. Dengan hak syafa’at yang ada di tangan, mereka kelak akan menyelamatkan para ahlinya (kaumnya) yang telah terlanjur masuk neraka Jahanam akibat dosa-dosa yang diperbuat. Syafa’at tersebut adalah ‘hak memberikan syafa’at’ yang telah terlebih dahulu mereka terima dari satu-satunya orang yang berhak memberikan syafa’at di hari kiamat, yaitu Syafi’ina Muhammad Saw.
Para juru selamat itu akan menyampaikan syafa’at di akherat kelak kepada saudara-saudaranya yang dahulu semasa hidupnya di dunia mereka kenal dan bersama-sama dalam menjalankan ibadah dan pengabdian kepada Allah Swt, baik secara lahir maupun batin. Mereka menyampaikan syafa’at Nabi tersebut kepada golongan orang-orang yang bersama-sama shalat dan dzikir di dalam satu masjid, bersama-sama melaksanakan ibadah haji dalam satu rombongan, mereka adalah orang-orang yang telah sepakat bersama-sama berjalan di jalan Allah untuk berusaha menggapai ridlo Allah di surga. Dengan ‘izin Allah’ tersebut para juru selamat manusia itu akan menyelamatkan banyak orang yang terlanjur masuk neraka.
Oleh karena di akherat adalah hari balasan, maka tidak mungkin mereka bisa mendapatkan derajat mulia itu kecuali terlebih dahulu telah mendapatkannya di dunia. Mereka itu adalah orang yang mempunyai kepedulian kuat kepada sesama saudaranya seiman untuk bersama-sama mengabdi dan menggapai apa-apa yang telah dijanjikan Tuhannya.
Demikian itulah gambaran tugas dan fungsi guru-guru mursyid yang suci lagi mulia kepada murid-murid dan anak asuhnya serta manusia pada umumnya, selama hidupnya mereka telah mencurahkan kasih sayang melalui pengabdian yang utama itu. Mudah-mudahan Allah Swt selalu memberikan keridlaan-Nya kepada mereka. Demi Allah Tuhan sekalian Alam, tidak ada orang yang mempunyai kepedulian kepada orang lain yang lebih kuat daripada mereka. Oleh karena di dunia mereka telah menyelamatkan banyak orang dari tipu daya setan dan perangkap nafsu syahwat serta jebakan kehidupan dunia, maka di akherat mereka juga yang akan mengentaskan kaumnya dari jurang neraka Jahanam.
Dengan itu kita dapat mengambil suatu kesimpulan; Bahwa syafa’at yang menyelamatkan orang banyak yang terlanjur mendapat siksa di neraka Jahanam, syafa’at tersebut ternyata bukan langsung diterima dari Rasulullah Saw melainkan melalui guru-guru Mursyid yang dahulu telah mempunyai kepedulian kuat kepada anak asuh dan murid-muridnya. Guru dan murid itu telah bersama-sama dalam satu komunitas dzikir untuk melaksanakan ibadah dan pengabdian yang hakiki kepada Allah Swt . Sejak di dunia dan di Alam Barzah, guru-guru suci itu telah bersusah payah membimbing anak asuhnya menuju jalan keselamatan dan keridlaan Allah Swt. Selanjutnya, di hari yang penuh dengan kebahagiaan yang abadi itu, mereka pula yang mendapatkan derajat yang mulia itu. Allah Swt menegaskan dengan firman-Nya:
يَوْمَ نَدْعُوا كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُولَئِكَ يَقْرَءُونَ كِتَابَهُمْ وَلَا يُظْلَمُونَ فَتِيلًا
“(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun”. (QS. al-Isra’: 17/71)
Figur kedua ini sebagaimana yang telah disebutkan oleh sabda Rasulullah Saw di dalam hadits di atas:
هَؤُلَاءِ عُتَقَاءُ اللَّهِ الَّذِينَ أَدْخَلَهُمُ اللَّهُ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ عَمَلٍ عَمِلُوهُ وَلَا خَيْرٍ قَدَّمُوهُ
“Orang-orang yang dibebaskan Allah dan dimasukkan ke dalam Surga dengan tanpa sebab amalan yang pernah mereka kerjakan dan juga tanpa sebab kebaikan yang pernah dilakukan”.
Figur kedua ini adalah segolongan manusia yang dibebaskan Allah Swt dari siksa neraka dan dimasukkan surga, padahal sedikitpun mereka tidak pernah melaksanakan ibadah dan berbuat kebajikan kepada orang lain, figur ini juga bukan dari golongan orang-orang yang mendapatkan syafa’at dari Rasulullah Saw. Mereka mendapatkan kebahagiaan itu semata-mata karena rahmat Allah yang Maha Agung, meskipun sebelum itu mereka terlebih dahulu pernah menjadi arang neraka.
Mereka itu adalah orang-orang yang beriman kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, akan tetapi belum mampu menindaklanjuti iman itu dengan amal ibadah. Mereka adalah orang yang membaca dua kalimat syahadat dengan benar tetapi perilakunya belum mencerminkan perbuatan orang beriman. Jika sekiranya mereka tidak pernah menentukan pilihan hati untuk memeluk agama Islam dan meninggalkan kekafiran, mereka tidak pernah memilih mengikuti ajakan Allah Swt dan Rasul-Nya dan meninggalkan godaan setan, meskipun selama hidupnya mereka belum sempat menjalani kewajiban sebagai seorang mu’min sejati, namun iman yang secuil itu ternyata mampu mengentas mereka dari siksa neraka jahannam yang selama-lamanya.
Berbeda dengan orang kafir. Oleh karena mereka telah memilih mengingkari Allah dan mengikuti langkah-langkah setan. Mereka sengaja menjauhi jalan hidayah dan mendekatkan diri kepada kemusyrikan dan kekufuran. Oleh karena yang demikian itu dilaksanakan seumur hidupnya di dunia, maka seumur hidupnya pula di akherat mereka akan mengikuti pilihan hatinya itu. Mereka akan mendapatkan siksa di neraka Jahanam untuk selama-lamanya akibat dari perbuatan dan pilihan hatinya sendiri itu, sedikitpin Allah tidak berbuat aniaya kepada hambaNya. Kita berlindung kepada Allah Swt dari segala keburukan dan siksa neraka.
Dengan iman itu, seandainya mereka mau mengusahakan syafa’at Rasul Saw sejak di dunia dengan jalan bertawasul kepadanya, boleh jadi berkat syafa’at tersebut, mereka akan mendapatkan hidayah dan inayah Allah Swt. Dengan pertolongan Allah itu, menjadikan mereka kemudian mampu melaksanakan kewajiban agamanya dengan baik. Hasilnya, disamping mereka akan mendapatkan pahala dari segala kebajikan yang telah dikerjakan, mereka juga akan mendapatkan syafa’at di akherat, hal itu disebabkan karena di dunia mereka telah terlebih dahulu berusaha mendapatkannya. Itu bisa terjadi, karena setiap manusia akan mendapatkan sesuatu sesuai dengan amal perbuatan yang telah diusahakan. Allah Swt menegaskan dengan firman-Nya:
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”. (QS.an-Najm; 53/39)
Maksudnya, barangsiapa selama hidupnya tidak pernah berusaha untuk mendapatkan syafa’at dari Rasulullah Saw dengan jalan yang sebagaimana mestinya, seperti yang telah diajarkan oleh Ulama ahlinya, maka di akherat sedikitpun dia tidak akan mendapatkan syafa’at tersebut dan berarti dia tidak akan mendapatkan mengampunan dari Allah Swt akan dosa-dosa yang telah diperbuatnya selama hidup di dunia.
Seandainya seorang hamba berharap masuk surga dengan hanya bermodalkan pahala saja, mereka tidak pernah berharap mendapatkan syafa’at Rasulullah Saw di dunia sehingga dengan itu dosa-dosanya tidak diampuni oleh Allah Swt di hari kiamat nanti, maka bagi ukuran “orang zaman sekarang” barangkali sudah dapat dipastikan, mereka pasti masuk neraka. Betapa tidak, dalam hitungan selama 24 jam saja dalam sehari misalnya, kira-kira banyak mana orang melakukan ibadah dibanding dengan berbuat maksiat. Kalau ternyata lebih banyak ibadah, dapatkah mereka memastikan bahwa ibadah itu pasti diterima di sisi Allah Swt ? Tidak seorang pun dapat memastikan bahwa ibadahnya akan diterima olehNya. Berbeda dengan perbuatan dosa, disamping tidak ada satupun perbuatan dosa yang tertolak, juga, di hadapan sifat keadilan Allah Swt, sekecil apapun maksiat yang sengaja diperbuat oleh seseorang, dosanya pasti akan mendapatkan perhitungan dengan seadil-adilnya.
Seandainya ada orang mati dengan membawa pahala ibadah seribu serta dengan dosa satu misalnya. Akan tetapi ternyata ibadah yang seribu itu tidak diterima di sisi Allah Swt sedangkan dosa yang satu tidak diampuni, berarti orang tersebut akan dimasukkan neraka. Sebaliknya seandainya ada orang meninggal dunia dengan hanya membawa amal ibadah satu dan dosa seribu. Akan tetapi berkat syafa’at Rasulullah Saw, ibadah yang satu diterima di sisi Allah Swt sedang dosa yang seribu diampuni, maka orang tersebut akan dimasukkan surga.
Jadi, jalan terdekat menuju Surga hanyalah jalan pengampunan Allah Swt, tinggal seorang hamba mencarinya lewat jalan yang mana. Allah Swt telah memberitakannya dengan firman-Nya:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”. (QS.Ali Imran; 3/133)